Tawuran Pelajar yang Sangat Memprihatinkan
Judul : Perkelahian Pelajar (Potret Siswa SMU di DKI Jakarta)
Penulis : Hasballah M. Saad
Penerbit : Galang Press
Cetakan : Pertama, September 2003
Tebal : (xiii + 201) halaman
PERKELAHIAN atau tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng.
Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus pembakaran atau pelemparan bus umum.
Ironisnya, hingga kini pemerintah belum dapat mengatasi kekerasan pelajar ini. Padahal, Dinas Pendidikan Jakarta sudah mengambil beberapa strategi untuk mengatasi tawuran ini seperti memetakan sekolah yang rawan tawuran sehingga ditemukan sebanyak 137 sekolah bermasalah. Selain itu, mengidentifikasi simpul rawan tawuran. Dari hasil penyelidikan ditemukan 50 simpul yang menjadi ajang tawuran. Namun demikian, usaha tersebut tak juga dapat meredam aksi tawuran, malah sebaliknya bertambah marak.
Menurut Hasballah M. Saad yang juga mantan Menteri Hak Asasi Manusia pada era Pemerintah Abdurrahman Wahid, perkelahian pelajar sebenarnya bersumber pada kegagalan mengelola hasil kolaborasi antara kecenderungan agresivitas remaja dengan lingkungan, orangtua, dan konsep diri. (hal. 49-53)
Kondisi lingkungan tempat tinggl yang tidak berkualitas, tidak nyaman dan tidak layak, akan mempengaruhi remaja dalam menyikapi dan membangun hubungan dengan dunia sekitarnya. Bagi remaja yang hidup di tempat kumuh dan kotor kemungkinan besar mereka tidak akan nyaman tinggal di rumah sehingga akan melarikan diri dari kenyataan. Pada kondisi inilah remaja mudah tergiur untuk berbuat menyimpang karena lepas dari norma dan pengawasan di lingkungan rumah.
Remaja yang tidak merasa dihargai, tidak dipahami, dan tidak diterima seperti apa adanya oleh orangtua di rumah juga akan cenderung untuk lari dari situasi riil. Dalam kondisi ini remaja yang secara psikologis mudah goyah dalam pendirian akan mudah terangsang untuk berperilaku menyimpang.
Konsep diri remaja juga sangat menentukan. Remaja yang mempunyai konsep diri positif, cenderung bersikap optimistis dan percaya diri. Sebaliknya, remaja yang mempunyai konsep diri negatif akan bersikap rendah diri, pesimistis, minder, dan menarik diri dari lingkungan atau komunitasnya. Konsep diri memiliki beberapa indikator yaitu dimensi pengetahuan diri, harapan pada diri, dan evaluasi pada diri. Secara teori, agresivitas remaja akan mengarah ke tingkat destruktif bila kualitas lingkungan, kualitas hubungan orangtua, dan konsep diri semuanya negatif.
Namun, sebagaimana penelitian kuantitatif lainnya, buku yang disusun dari desertasi Hasballah di Universitas Negeri Jakarta ini, kurang menyentuh kondisi lapangan yang riil. Padahal sejumlah pakar pendidikan dan kriminolog banyak yang berpendapat, tawuran juga disebabkan oleh provokator. Para provokator ini bisa para preman di sekitar sekolah atau para alumni dan senior sekolah bersangkutan yang mewarisi mitos-mitos absurd mengenai sekolah sendiri atau sekolah musuh.
Mitos absurd ini di antaranya telah menciptakan mana sekolah musuh dan sekolah yang harus diperangi. Atau siapa saja yang dapat menusuk musuh hingga mati maka untuk kurun waktu tertentu akan disegani atau menjadi pimpinan kelompok. Namun, untuk mengungkap lebih gamblang keterlibatan provokator ini harus dilanjutkan dengan penelitian kualitatif.
Buku ini layak untuk dibaca para orangtua, guru, pengambil kebijakan, dan pengamat pendidikan. Saya menyarankan, hiraukan untuk sementara angka-angka statistik dan rumus-rumus dalam buku ini yang sulit dicerna pembaca awam. Hasballah yang mendalami bimbingan konseling cukup komprehensif memberikan panduan dalam penutup buku ini yang berbentuk rekomendasi.
*Penulis adalah penikmat dan pencinta buku
Penulis : Hasballah M. Saad
Penerbit : Galang Press
Cetakan : Pertama, September 2003
Tebal : (xiii + 201) halaman
PERKELAHIAN atau tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng.
Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus pembakaran atau pelemparan bus umum.
Ironisnya, hingga kini pemerintah belum dapat mengatasi kekerasan pelajar ini. Padahal, Dinas Pendidikan Jakarta sudah mengambil beberapa strategi untuk mengatasi tawuran ini seperti memetakan sekolah yang rawan tawuran sehingga ditemukan sebanyak 137 sekolah bermasalah. Selain itu, mengidentifikasi simpul rawan tawuran. Dari hasil penyelidikan ditemukan 50 simpul yang menjadi ajang tawuran. Namun demikian, usaha tersebut tak juga dapat meredam aksi tawuran, malah sebaliknya bertambah marak.
Menurut Hasballah M. Saad yang juga mantan Menteri Hak Asasi Manusia pada era Pemerintah Abdurrahman Wahid, perkelahian pelajar sebenarnya bersumber pada kegagalan mengelola hasil kolaborasi antara kecenderungan agresivitas remaja dengan lingkungan, orangtua, dan konsep diri. (hal. 49-53)
Kondisi lingkungan tempat tinggl yang tidak berkualitas, tidak nyaman dan tidak layak, akan mempengaruhi remaja dalam menyikapi dan membangun hubungan dengan dunia sekitarnya. Bagi remaja yang hidup di tempat kumuh dan kotor kemungkinan besar mereka tidak akan nyaman tinggal di rumah sehingga akan melarikan diri dari kenyataan. Pada kondisi inilah remaja mudah tergiur untuk berbuat menyimpang karena lepas dari norma dan pengawasan di lingkungan rumah.
Remaja yang tidak merasa dihargai, tidak dipahami, dan tidak diterima seperti apa adanya oleh orangtua di rumah juga akan cenderung untuk lari dari situasi riil. Dalam kondisi ini remaja yang secara psikologis mudah goyah dalam pendirian akan mudah terangsang untuk berperilaku menyimpang.
Konsep diri remaja juga sangat menentukan. Remaja yang mempunyai konsep diri positif, cenderung bersikap optimistis dan percaya diri. Sebaliknya, remaja yang mempunyai konsep diri negatif akan bersikap rendah diri, pesimistis, minder, dan menarik diri dari lingkungan atau komunitasnya. Konsep diri memiliki beberapa indikator yaitu dimensi pengetahuan diri, harapan pada diri, dan evaluasi pada diri. Secara teori, agresivitas remaja akan mengarah ke tingkat destruktif bila kualitas lingkungan, kualitas hubungan orangtua, dan konsep diri semuanya negatif.
Namun, sebagaimana penelitian kuantitatif lainnya, buku yang disusun dari desertasi Hasballah di Universitas Negeri Jakarta ini, kurang menyentuh kondisi lapangan yang riil. Padahal sejumlah pakar pendidikan dan kriminolog banyak yang berpendapat, tawuran juga disebabkan oleh provokator. Para provokator ini bisa para preman di sekitar sekolah atau para alumni dan senior sekolah bersangkutan yang mewarisi mitos-mitos absurd mengenai sekolah sendiri atau sekolah musuh.
Mitos absurd ini di antaranya telah menciptakan mana sekolah musuh dan sekolah yang harus diperangi. Atau siapa saja yang dapat menusuk musuh hingga mati maka untuk kurun waktu tertentu akan disegani atau menjadi pimpinan kelompok. Namun, untuk mengungkap lebih gamblang keterlibatan provokator ini harus dilanjutkan dengan penelitian kualitatif.
Buku ini layak untuk dibaca para orangtua, guru, pengambil kebijakan, dan pengamat pendidikan. Saya menyarankan, hiraukan untuk sementara angka-angka statistik dan rumus-rumus dalam buku ini yang sulit dicerna pembaca awam. Hasballah yang mendalami bimbingan konseling cukup komprehensif memberikan panduan dalam penutup buku ini yang berbentuk rekomendasi.
*Penulis adalah penikmat dan pencinta buku